Sunday, June 10, 2007

Awal dari semuanya : niat

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat memandang rendah dan bahkan terkadang tidak mengerti dengan istilah ini. Niat. Maksud. I’tikad. Saya sempat menganggap remeh hal besar ini. Waktu masih belajar agama –dua jam seminggu- di sekolah dulu, makna itu saya sederhanakan sesederhana-sederhananya. Kalau kita sudah sholat maka pastinya kita sudah berniat untuk sholat bukan? Sudah bermaksud untuk sholat tentunya. Jadi, simpelnya: setiap hal yang kita lakukan pasti sudah terlebih dahulu ada kemauan. Maka selesai sudah syarat nya, sudah ada kemauan, dan ketika sudah dikerjakan maka otomatis niat nya sudah sekalian. Pemahaman itu muncul saat guru saya memberikan kami kebebasan –sesuai pemahaman dan pilihan masing-masing- untuk berniat sholat dengan cara didzohirkan atau cukup di dalam hati. Pikiran saya waktu itu simpel sekali, tentunya daripada harus nambah hafalan panjang-panjang waktu tes praktek agama maka saya pilih yang kedua. Dari sanalah saya menyamaratakan dan menyusutkan nilai sebuah niat.

Ternyata, niat tak sesimpel yang dulu saya kira. Bahkan itu sangat rumit. Bahkan lebih rumit daripada menghafal niat sholat yang dulu saya hindari. Niat adalah sebuah amalan hati. Suatu hal yang mendasari segala sesuatu yang kita lakukan. Ia lah pemimpin kita yang selalu kita ikuti. Ia begitu berkaitan erat dengan keikhlasan. Niat lah yang mendasari keikhlasan. Dan ikhlas adalah syarat mutlak diterimanya suatu amal. Apa yang kita lakukan mungkin saja sama. Tapi siapa yang tau apa sebenarnya niat dalam hati? Hanya kita dan Allah Ta’ala.

Niat tidak hanya ada diawal, tapi ia mengiringi bahkan sampai amal tersebut telah selesai kita lakukan. Mungkin pada awalnya niat kita lurus, tapi setelah dipertengahan jalan bisa saja membelok. Syaithan begitu cerdas, dengan segala upaya menjatuhkan kita dari beramal. Mungkin kita bisa tetap bergerak, tapi siapa yang memastikan niat kita tetap sama, tetap lurus hanya karena Allah? Jangan-jangan malah ia hanya menjadi pemanis dalam kata-kata kita. Naudzubillahi mindzalik.

Sebelum jauh melangkah, mari kita kembali ke hati. Sejenak mempertanyakan dan kembali meluruskannya. Sungguh beruntung orang-orang yang ikhlas. Yang terus bergerak dengan niat yang selalu terjaga.

Sesungguhnya amal-amal perbuatan tergantung niatnya, dan bagi tiap orang apa yang diniatinya. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan rasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan rasulNya. Barang siapa hijrahnya untuk meraih kesenangan dunia atau menikahi wanita, maka hijrahnya adalah kepada apa yang ia hijrahi.

(HR. Bukhari-Muslim)