Sunday, August 26, 2007

Cerita sang Genting

Di sebuah tempat pembuatan genting,
Segenggam tanah liat terlihat bersedih di pojok ruangan. Ia melihat teman-temannya diputar-putar, dipukul-pukul, dibanting-banting, bahkan dibakar oleh sang pengrajin.
"Rabb, mengapa aku harus melihat ini semua?" keluhnya dalam kesedihan.

Tak lama pun sang pengrajin mengangkatnya dari kubangan lumpur. Dan ia mulai dilempar, ditarik-tarik, dan dibanting-banting. Sungguh tak tertahankan.
"Rabb, mengapa aku harus mengalami ini semua?" sesalnya dalam keperihan.

Setelah benar-benar halus. Ia mulai dimasukkan ke pembakaran. Panas sekali. Ia merasakan seluruh tubuhnya meleleh. Lalu ia mengisi cetakan genting bersama tanah liat lain yang sudah meleleh. Ia kira sampai disitulah penderitaannya, tapi ternyata itu belum cukup untuk menjadikannya menjadi genteng yang siap pakai. Ia kemudian dimasukkan kembali kepembakaran. Sungguh sakit sekali. Setelah benar-benar kering barulah ia dikeluarkan dan bisa dipakai.

Ikhwah fillah, Analogikan itu sebagai perjalanan panjang kita bersama da'wah. .
Kebiasaan-kebiasaan buruk kita pada masa jahiliyah dikikis habis. Aqidah kembali diluruskan. Ibadah dengan benar sesuai tuntunan. Dan Akhlaq kita disempuranakan. Kita dilelehkan dalam celupan islam yang menuntut totalitas perubahan. Allah mentarbiyah kita dengan cobaan, tantangan, hambatan yang silih berganti. Terkadang letih dan lelah mengganjal kita. Terkadang niat yang membengkok membuat kita tersadar untuk kembali meluruskannya.

Tanpa kita sadari, itulah yang telah mendewasakan kita. Menjadikan kita kader yang siap untuk digerakkan. Allah telah meninggikan kita dengan islam. Dari tanah liat dalam kubangan lumpur yang rendah menjadi genting di atas langit-langit yang tinggi. Menjadi tempat berteduh bagi manusia.

Dari genting jugalah kita belajar untuk beramal jama'i. Mereka berkaitan satu sama lainnya. Tidak perlu lem yang canggih untuk merekatkannya. Mereka saling menjaga agar bisa melindungi manusia dari panas dan hujan. Dan dalam jama'ah pun kita bertawashi dalam kebaikan dan kesabaran. Saling menguatkan satu sama lain untuk istiqomah di jalan-Nya. Saling melengkapi kekurangan dengan potensi masing-masing.

Suatu ketika bisa saja sebuah genting terjatuh ke tanah. Fenomena futur pada ikhwah. Selama tidak pecah, masih bisa dikembalikan ke atas untuk kembali bersama dalam barisan gentingnya. Tapi saat inshilah, apalah artinya serpihan pecahan genting yang tak berbentuk lagi. Ia akan menjauh dari komunitas gentengnya, dan kembali ke tanah yang rendah.

Semoga kita bisa belajar tentang kesabaran, tadhiyah, da'wah dan amal jama'I dari genting.





~hafizhurrahman.
sebuah cerita dari seorang kakak
saat jalan santai ba'da shubuh.

No comments: