Friday, August 24, 2007

Da’wah, sebuah kelembutan

“Maka disebabkan rahmat dari Allah, kamu bisa lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap kasar, mereka tentu akan menjauhkan diri dari sekeliling kamu.”
(Ali-Imran:159)

Terkadang ada kecemasan dan kegundahan tersendiri saat melihat beberapa saudara kita yang berda’wah dengan jalan yang berbeda dengan yang kita lakukan. Dengan menggunakan kekerasan dan tidak jarang adanya perusakan terhadap barang-barang pembawa kemaksiatan. Bahkan mungkin ada beberapa ikhwah yang menganggap hal tersebut merupakan bentuk aplikasi dari da’wah dengan ‘tangan’ yang diperintahkan oleh rasulullah saw.


Hal tersebut pun pernah terjadi saat masa Imam Hasan Al-Banna, beliau mengeluarkan fatwa untuk melarang tindakan pengrusakan yang dilakukan oleh sekumpulan orang-orang shalih kepada tempat-tempat khamr yang sudah membanjiri Mesir, bahkan mengelilingi masjid. Sebuah tindakan yang mungkin kita anggap sebuah hal yang aneh. Tetapi coba simak apa yang diutarakan oleh Ahmad Hussain, salah satu dari ‘perusak’ tersebut.

“Sungguh aku masih teringat masa mudaku, ketika itu sekelilingku terdapat para pemuda yang aktif dalam beragama. Pada waktu itu tempat-tempat penjualan minuman keras ada dimana-mana, bahkan di depan sekolah dan disekitar masjid-masjid. Maka tergugahlah kita untuk memberantas semua itu dengan kekuatan, karena kami ingin melaksanakan sabda rasulullah. “Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka ubahlah ia dengan tanganmu..” Lalu sebagian pemuda di sekitar kami bertekad untuk menyerbu dua atau tiga tempat penjualan minuman keras. Kami memecahkan beberapa botol khamr, serta menumpahkan beberapa galon. Akhirnya suasana menjadi kacau-balau, dan insiden ini dianggap melanggar undang-undang Negara. Kemudian pemerintah saat itu memusuhi kami dengan permusuhan yang keras. Hal tersebut tidak membuat kami heran, karena memang pemerintahan saat itu dikuasai oleh penjajah Inggris yang menguasai Mesir.

Akan tetapi yang membuat saya terkejut dan merasa pesimis adalah makalah (fatwa) yang ditulis oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna. Beliau ternyata menolak cara da’wah yang telah kami praktekan. Akhirnya sekarang saya baru tahu bahwa beliau berbicara tentang sesuatu yang benar-benar islami. Baik secara ruh maupun nash, sebagaimana itu tampak jelas setelah saya pelajari. Tetapi pada saat itu, saya sangat marah, dan bahkan saya menganggap keberadaanya sebagai sebuah rekayasa politik. Dan saya pergi sendiri untuk menelaah kembali –ketika saya berada di dalam penjara—seluruh fatwa para fuqaha tentang batas-batas amar makruf nahi mungkar, sejauhmana hak seorang muslim biasa (rakyat) untuk mengubah dengan tangan. Ternyata saya dikejutkan oleh ijmak (konsensus) para ulama fiqih empat mahzab bahwa mengubah kemungkaran dengan tangan itu termasuk hak waliyul amri (pemerintah) saja dan bukan hak individu. Saya benar-benar dikejutkan oleh kesepakatan itu, dan secara perlahan tapi pasti saya mencoba untuk keluar dari bencana yang saya rasakan. Saya berbicara dengan beberapa pihak tentang masalah ini, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa saya puas dengan fatwa Hasan Al-Banna itu. Sampai-sampai saya merasa benci dengan kekerasan sikap saya dahulu, dan saya selalu memberi peringatan kepada rekan-rekan muda tentang masalah ini.”

Sungguh teladan yang banyak sekali bisa kita lihat dari sosok Rasulullah yang menjadi sosok yang lembut tapi tetap kuat dalam kesungguhannya merubah suatu kaum dengan da’wah yang dibawanya. Begitu juga dengan beberapa kisah tentang kelembutan para utusan Allah yang lain. Sebagai sebagian kecil dari pembawa risalah ini, pantaskah kita bersikap kasar pada objek da’wah kita?


“Sesungguhnya Allah itu lembut, menyukai kelembutan, meridhainya, dan memberinya bantuan yang tidak Dia berikan kepada tindak kekerasan.”
(Diriwayatkan Ath-Thabrani dari Mi’dan)



~hafizhurrahman.
ditulis tanggal 18 Juli 2006

No comments: